Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menjemput Bidadari Dunia , Part 6 ~Khitbah ~



Khitbah atau lamaran merupakan suatu bentuk keseriusan seorang laki laki untuk menjadikan si wanita sebagai pendampingnya dan menjadikan seorang wanita tersebut halal bagi dirinya. 

Tentu saja ini proses awalan, karena penghalalan itu baru bisa resmi setelah di sahkannya akad saat ijab qabul pernikahan. Selama awal khitbah hingga menjelang akad interaksi pun sudah sewajarnya harus dibatasi. Bagi seorang wanita jika ia mengiyakan lamaran tersebut maka dilarang baginya untuk menerima pinangan atau lamaran atau khitbah dari laki laki lain. 

Setalah dirasa cocok saat ta'aruf, maka acara selanjutnya adalah silaturahim dan mengkhitbah bakal calon manten kita. Penjadwalan silaturahim untuk mengkhitbah baiknya di jadwalkan saat ta’aruf, yang didasarkan pada kesiapan pihak laki laki. Jika terlalu lama akan semakin banyak celah godaan yang melanda.

Sama halnya dengan ta’arufan, mintalah sang mediator atau pihak keluarga untuk melamar si gadis kepada walinya, ini bukan berarti kita tidak berani melamar sendiri. Hanya wujud eksistensi budaya ke Indonesiaan yang berusaha memanusiakan manusia (memberi penghormatan pada orang yang dituakan untuk membuka jalan). Baru kalau mereka sibuk maka kitapun harus sudah siap berangkat sendirian. Tidak ada yang merasa direpotkan, justru mereka senang jika bisa membantu sampai dipertemukan dengan bakal calon mertua kita.

Sang mediator juga harus sudah berkeluarga, hanya untuk menghindar peristiwa khitbah Salman Alfarizi terulang kembali :D

Lo, kenapa harus dengan mediator, kenapa tidak langsung saja kita datangi dengan membawa orang tua kita?

Baiknya, sebelum prosesi khitbah dengan keluarga, kitapun membuka awalan silaturahim dengan bakal calon mertua terlebih dahulu, tentunya dengan ditemani oleh orang yang pas dan pantas (mediator) sekaligus mengutarakan maksud tujuan untuk serius dan melanjutkan ke pelaminan. 

Mungkin ada yang langsung membawa orang tua untuk mempersingkat waktu tapi kita lihat budaya sekitar, apakah etis dengan langsung melamar atau dengan ada awalan jelas untuk mencairkan dan mengenal sekilas sehingga bisa kita ceritakan gambaran silaturahim pertama kepada orang tua. Kalau memang jaraknya jauh dan minta dipersingkat prosesnya, sekali lagi semua bisa dikompromikan.

Sebelum kita silaturahim pertama dengan mediator, tentunya dengan sudah ada interaksi massif dan komunikasi intensif dengan pihak keluarga besar kita sebelumnya. Karena dalam proses ini masih ada kemungkinan juga kita tidak bisa melanjutkan ke proses akad dan walimah ketika niatan khitbah kita ditolak oleh wali si wanita. 

Sisi positifnya jika pendahuluan khitbah itu tidak melibatkan orang tua, jika usaha kita ditolak maka tidak terlalu menyakiti langsung hati orang tua kita karena mendengarkan lamaran anaknya di tolak langsung di forum. Kadang ada beberapa orang tua yang langsung baper atau merasa kecewa, meskipun banyak juga yang tabah dan ikhlas (legowo). Tipe orang tua juga berbeda beda dalam menyikapi persoalan tersebut. 

Cukup mereka mendengar cerita itu dari kita tanpa harus merasakan suasananya langsung. Ingat, datang dengan pakaian Sopan, dan bawa buah tangan kalau ada rezeki...

Baru jika sudah ada lampu hijau dari orang tua atau wali si wanita, silaturahim terdekat kita ajak keluarga besar untuk silaturahim dan mendiskusikan  langkah serius lainnya (penentuan tanggal dan lainnya). Saat silaturahim, maka orang tua kita sudah punya gambaran keluarga calon besan dari hasil kunjungan pertama kita. Tinggal basa basi sebentar untuk mencairkan suasana dan setelah itu langsung membahas teknis acara. 

Jika semua sudah sepakat dilanjutkan maka tinggal kita diskusikan segala persiapannya hingga walimah (syukuran) pernikahan.

Setelah seseorang telah menentukan calon istrinya, maka diperbolehkan baginya untuk melamar calon istrinya tersebut. Khitbah / lamaran adalah menampakkan keinginan untuk menikah dengan perempuan tertentu dan memberitahu pihak wali dari perempuan tentang keinginannya tersebut. Islam mengatur adab-adab yang berkaitan dengan lamaran, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Haram melamar wanita yang sudah dilamar oleh saudara muslim yang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki melamar wanita yang telah dilamar saudaranya, hingga saudaranya itu menikahinya atau meninggalkannya” (HR. Bukhari). Yaitu lamaran yang telah mendapatkan tanggapan positif walaupun hanya berupa isyarat. Namun jika lamaran tersebut belum jelas diterima atau tidak, maka tidak mengapa bagi laki-laki lain untuk melamar perempuan yang sama (lihat Fathul Bari).

2. Tidak boleh secara terang-terangan melamar perempuan dalam kondisi ‘iddah karena berpisah dengan suaminya (baik karena perceraian talak tiga atau meninggal). Namun diperbolehkan memberikan isyarat kepada perempuan tersebut. Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita (yang masih dalam masa ‘iddah) itu dengan sindiran” (QS Al. Baqarah : 235). Misalnya seorang laki-laki mengatakan kepada perempuan yang baru saja ditinggal mati suaminya dengan perkataan, “Aku berharap agar Allah memberikan kemudahan bagiku untuk memiliki istri yang shalihah”, tanpa menyebut nama perempuan tersebut.

3. Lamaran adalah semata-mata janji untuk menikah sebagai permulaan untuk menuju pernikahan. Sehingga seorang yang sudah melamar, status hubungannya masih sebagaimana laki-laki dan perempuan yang ajnabi (bukan mahrom). Tidak boleh berdua-duaan dan bersentuhan satu dengan yang lainnya.

4. Dianjurkan bagi laki-laki yang hendak menikahi perempuan untuk melihat perempuan tersebut dari bagian tubuh yang biasa terlihat yaitu wajah dan telapak tangan. Sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian hendak melamar perempuan, maka jika dia mampu untuk melihat bagian badannya (yang biasa terlihat) yang mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Hakim, Shahih).

Allahu a'lam bishowab

Post a Comment for "Menjemput Bidadari Dunia , Part 6 ~Khitbah ~"