Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Demam MAHABARATA : Krisna dan Ja'far Bin Abi Thalib.

Dirumah pada demam Mahabarata.
Ada sosok krisna yang pintar beretorika dan berdiplomasi. Gaya bicara yang tenang dengan bahasa yang mudah dimengerti lawan bicaranya.

Meski tidak bermaksud menyamakan. Saya pun teringat sosok duta islam ke Habasyah. Seseorang yang diberi julukan oleh Rasul sebagai Bapak Kaum Miskin. Selain gelar tersebut ia pun juga diberi gelar Si Bersayap Dua di Surga dan Si Burung Surga yang Selalu Berkicau.

Dialah Ja’far bin Abu Thalib, salah seorang pelopor Islam generasi awal yang memilih langsung menyahut seruan Rasul utk Hijrah ke Habasyah. Sesampai disana diapun berhasil menjawab pertanyaan dari raja Najazi dan tuduhan dari Delegasi kaum kafir qurays yang diutus untuk menghasut sang raja dengan tegas lugas dan menghormati keduanya.

Selama di Habasyah, Ja’far bin Abu Thalib tampil sebagai juru bicara yang lancar dan sopan. Hal itu karena Allah mengaruniakan nikmat yang paling agung dalam wujud ketajaman mata hati, kecermelangan akal, kecerdasan jiwa, dan kefasihan lidah.

Sehingga tak heran jika Ja’far bin Abu Thalib pintar beretorika dan berdiplomasi. Gaya bicara yang tenang dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti lawan bicara yang diperkuat dengan dalil naqli dan dalik aqli yang jelas dan tegas.

Berikut permulaan sekilas dialog Raja Najasyi, Para mencari suaka (Ja'far dkk), dan Utusan Kafir Qurays

Utusan Qurays memulai percakapan “Baginda raja yang mulia. Orang-orang bodoh ini telah menyasar ke negeri paduka. Mereka meninggalkan agama nenek moyang, tetapi tidak pula hendak memasuki agama paduka. Bahkan, mereka datang membawa agama baru yang mereka ciptakan dan tidak pernah kami kenal, dan tidak pula oleh paduka. Sungguh, kami telah diutus oleh orang-orang mulia dan terpandang di antara bangsa dan bapak-bapak mereka, paman-paman mereka, keluarga-keluarga mereka, agar paduka sudi mengembalikan orang-orang ini kepada kaumnya.”

Najasyi memalingkan mukanya ke arah kaum Muslimin sambil melontarkan pertanyaan, “Agama apakah itu yang menyebabkan kalian meninggalkan bangsa kalian, tetapi tidak memandang perlu pula kepada agama kami?”

Ja’far pun bangkit berdiri, untuk menunaikan tugas yang telah dibebankan oleh rekan-rekannya sesama Muhajirin; tugas yang telah mereka tetapkan dalam suatu rapat yang diadakan sebelum pertemuan ini. Ia melepaskan pandangan ramah penuh kecintaan kepada Baginda Raja yang telah berbuat baik menerima mereka.

Ja’far berkata, “Wahai paduka yang mulia, kami dulu memang orang-orang yang bodoh. Kami menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan perbuatan-perbuatan keji, memutuskan silaturahmi, menyakiti tetangga dan orang yang berkelana. Orang kuat waktu itu memakan yang lemah, hingga datanglah masanya Allah mengirimkan Rasul-Nya kepada kami dari kalangan kami.

Kami mengenal asal-usulnya, kejujuran, ketulusan, dan kemuliaan jiwanya. Ia mengajak kami untuk mengesakan Allah dan mengabdikan diri kepada-Nya, dan agar membuang jauh-jauh batu-batu dan berhala yang pernah kami sembah bersama bapak-bapak kami dulu. Beliau menyuruh kami berbicara benar, menunaikan amanah, manyambung tali silaturahmi, berbuat baik kepada tetangga, dan menahan diri dari pertumpahan darah serta semua yang dilarang Allah. Beliau melarang kami berbuat keji dan zina, mengeluarkan ucapan bohong, memakan harta anak yatim, dan menuduh berbuat jahat terhadap wanita yang baik-baik.

Kemudian kami membenarkan dia dan kami beriman kepadanya, kami ikuti dengan taat apa yang disampaikannya dari Rabbnya. Lalu kami beribadah kepada Allah Yang Maha Esa dan kami tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Kami mengharamkan apa yang diharamkan-Nya kepada kami, dan kami menghalalkan apa yang dihalalkan-Nya untuk kami.

Karena itu semua, kaum kami memusuhi kami, dan mengganggu kami dari agama kami, agar kami kembali menyembah berhala lagi, dan perbuatan-perbuatan jahat yang yang pernah kami lakukan dulu. Ketika mereka memaksa, menganiaya, mempersempit kehidupan, dan menghalangi kami dari agama kami, kami keluar berhijrah ke negeri paduka dengan harapan akan mendapatkan perlindungan paduka dan terhindar dari perbuatan-perbuatan aniaya mereka.”

Sambil menoleh pada Ja’far, Raja bertanya, “Apakah engkau membawa sesuatu yang diturunkan atas Rasulmu itu?”

“Ya.” Jawab Ja’far.

“Bacakanlah kepadaku!”

Ja’far langsung membacakan bagian dari surat Maryam dengan irama indah dan kekhusyukan yang memikat. Mendengat itu, Najasyi menangis dan para pendeta serta tokoh agama yang hadir pun ikut menangis. Ketika air baginda yang mengalir deras itu telah berhenti, ia berpaling kepada kedua utusan Quraish itu, seraya berkata, “Sesungguhnya apa yang dibaca tadi yang dibawa oleh Isa berasal dari satu cahaya. Pergilah kalian berdua! Demi Allah kami tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian!”

Paginya kedua utusan itu datang kembali menghadap raja, dan berkata kepadanya, “Wahai paduka, orang-orang Islam itu telah mengucapkan suatu ucapan keji yang merendahkan kedudukan Isa.”

Sang Rajapun menayakan kepada Ja'far "Bagaimana pandangan kalian terhadap Isa?” Ja’far bangkit dan menjawab, “Kami akan mengatakan tentang Isa sesuai dengan keterangan yang dibawa oleh Nabi kami, Muhammad, bahwa ia adalah seorang hamba Allah dan Rasul-Nya serta Kalimat-Nya yang ditiupkan-Nya kepada Maryam dan ruh dari-Nya.”

Raja Najasyi bertepuk tangan tanda setuju, seraya mengumumkan, memang begitulah yang dikatakan Al-Masih tentang dirinya dan berkata kepada Ja'far “Silakan anda sekalian tinggal bebas di negeriku. Siapa yang berani mencela dan menyakiti kalian, orang itu akan mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.”

Kemudian Najasyi berpaling kepada tokoh-tokoh terdekatnya, lalu sambil mengisyaratkan dengan jari telunjuknya ke arah kedua utusan kaum Quraish, ia berkata, “Kembalikanlah hadiah-hadiah itu kepada kedua orang ini. Aku tidak membutuhkannya. Demi Allah, Allah tidak pernah mengambil uang sogokan dariku kala Dia mengaruniakan takhta ini kepadaku, sehingga aku pun tidak akan menerimanya dalam hal ini"

Post a Comment for "Demam MAHABARATA : Krisna dan Ja'far Bin Abi Thalib."