Kado 1 Tahun Pejuang Kaligawe : Berangkat KerjaTerjang Banjir, Jalan Kaki Dari Mataram Sampai Genuk



Shubuh kala itu itu suasana begitu syahdu, hawa dingin menyapa tiap orang yang berlalu lalang menuju surau, Ditambah air langit membasahi peci dan payung jamaah, seolah ingin menjadi saksi bahwa oarang yang berkumpul di masjid adalah benar orang yang berjamaah dan membenarkan apa yang malaikat catat dan laporkan kepada Tuhannya. Karena menjadi pekerjaan rutin, setelah malaikat berganti shift dengan malaikat setelahnya di waktu shubuh dan ashar adalah waktu berakhirnya pencatatan masing masing malaikat dan akan dilaporkan kepada Rabb Semesta Alam.


"Malaikat yang bertugas di malam hari dan yang bertugas di siang hari datang bergantian kepada kalian. Mereka berkumpul pada waktu dikerjakannya sholat subuh dan sholat ashar. Malaikat yang semula berada pada kalian, lalu naik ke langit dan selanjutnya Rabb mereka menanyai mereka,--sementara Dia lebih mengetahui keadaan mereka (para hamba-Nya)--: 'Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku ketika kalian tinggalkan?' Para malaikat menjawab: 'Kami meninggalkan mereka, sedang mereka tengah mengerjakan sholat dan kami mendatangi mereka, sedang mereka juga tengah mengerjakan sholat.'" (HR Bukhari dan Muslim).

------------

Sebelumnya tidak terfikirkan kalau banjir akan menggenangi banyak titik di Kota Semarang. Karena selama satu tahun ini dalam benak saya, momok banjir hanya terlintas disekitaran kaligawe, jalanan yang selama 1 tahun ini hampir setiap pekan sebanyak 6 kali PP saya lewati.

Pukul 06.10 WIB sayapun mengambil ponsel yang sudah saya charge semalam. Namun setelah saya cek, baterai ponsel hanya sekitar 6 persen, berarti semalem itu di charge tapi tidak mengisi daya. Chargerpun saya cabut dan saya masukan ke saku jaket sebelah kanan, sedangkan poselnya saya masukan ke saku jaket sebelah kiri.

Sayapun pamit sama orang rumah, diluar sudah disambut hujan cukup deras. Setelah membuka pintu, saya langsung mengambil  dan memakai jas hujan celana dan ponco yang ada didalam jok motor saat di teras rumah

Sepeda motor keluar perlahan sambil tak lupa mengucap doa Bismillaahi tawakkaltu 'alallaah, laa haula wa laa quwwata illaa billaah (Dengan menyebut nama Allah, aku berserah diri, Tidak ada daya dan upaya (kekuatan) kecuali dengan pertolongan-Nya).

Sepeda motor melaju dengan kecepatan sedang karena pengalaman sehari sebelumnya sempat "bledos" dan harus ganti ban luar juga ban dalam. Karena tukang tambal ban tidak punya stok, hanya ban dalam saja yang ganti baru, sedangkan ban luar beli ban second atau bekas.

Saya menepi di bawah jalan tol saptamarga jangli. Mengecek angin ban dan menanyakan rekan sekantor apakah jalan kaligawe unisula banjir atau tidak. Salah satu rekan ada yang membalas kalau kondisinya sudah banjir dan disarankan memarkirkan kendaraan di sekitar Kubro, kemudian mencari truk tumpangan agar sampai tujuan. 

Kalau disarankan berhenti di kubro, berarti jalanan sebelum kubro masih aman untuk dilalui. Setelah mendapati kabar itu, Sayapun memaacu kendaraan dengan kecepatan stabil, Tidak cepat dan tidak lambat. Selain takut ban bocor lagi, takut juga terjadi aquaplanting saat kondisi hujan pada jalanan yang tergenang air. 

Kendaraan masuk Jl Mataram MT Haryono awal tidak ada tanda tanda kalau didepan sana akan ada genangan setinggi betis hingga paha, kendaraan hanya melewati genangan genangan kecil. Tanda tanda itu muncul saat terlihat pak ogah mengarahkan kendaraan yang lewat agar mengambil jalan belok kiri, masuk ke jalan Petolongan. Sedangkan pengendara sepeda motor disarankan berjalan diatas trotoar sebelah kiri jika ingin menuju bubakan.

Meskipun sudah sesuai arahan, perjalan sepeda motorpun terhenti di depan Duta Trans Tour and Travel, karena ketinggian genangan banjir didepan sudah setinggi betis orang dewasa, makin ke arah bubakan, makin dalam lagi genangannya.

Waktu sudah menunjukan pukul 06.45 yang merupakan waktu briefing sebelum bertugas. Saya keluarkan ponsel, berharap masih ada sisa baterai untuk melaporkan ke pimpinan kalau pagi ini datang terlambat. Baterai tinggal 4%, saya foto kondisi sekitar dan saya laporkan atasan. Pesan saya saat itu mengabarkan jalan Cipto Banjir dan banyak yang mogok, izin untuk datang terlambat. Padahal yang dilaporkan harusnya Jalan Mataram. Setelah menyampaikan laporan, ponsel saya masukan kembali ke saku jaket.

Sudah terlanjur melewati jalan Mataram MT Haryono, tapi sepertinya genangan mulai meninggi namun tidak ada tanda tanda hujan akan berhenti. Kalau hanya berdiam menunggu surut, entah akan melanjutkan perjalanan jam berapa. Jadi mau tidak mau harus terus melakukan perjalanan. Tekad saya saat itu cari toko umum yang bisa untuk menaruh sepeda motor, bagaimanapun kondisinya harus segera sampai di tempat kerja.

Mesin sepeda motor dalam kondisi mati, saya dorong kedepan mencari tempat mana yang bisa disinggahi untuk menaruh kendaraan, meski harus menerjang banjir setinggi paha orang dewasa. Sepanjang jalan mataram hanya ada toko milik orang perorang, masih belum menemukan tempat yang cocok untuk menepikan kendaraan.

Sepeda motor masih saya dorong kedepan, sembari saling sapa sesama penuntun kendaraan. Tidak sedikit yang memaksakan diri melaju melintasi genangan meski akhirnya berhenti karena mesin mati. Dengan melihat pengalaman orang yang nekat tadi, banyak yang memilih bersabar menunggu dan mengurungkan diri menerjang genangan mataram. Bahkan mobilpun banyak yang putar balik, entah mencari jalan lain ataupun kembali kerumah tidak jadi meneruskan aktivitas.

Saat hendak memutar bundaran bubakan atau bundaraan museum kota lama sembari menuntun kendaraan, tukang becak setempat memberi arahan, “Lewat sisi sebelah kiri saja mas dekat dengan jalan beton, disitu cenderung tinggi jalannya.” Info mamang becak.

Saya perlahan menepikan kendaraan mengikuti saran beliau, benar saja sisi jalan yang dekat Jalan K.H Agus Salim genangannya tidak terlalu tinggi dari pada yang menjorok ke bundaran. Tapi hanya sebentar saja, saat kendaraan saya arahkan ke Indomaret terdekat ternyata kondisi permukaan tanah cenderung lebih rendah dan genangan banjir setinggi paha bawah, menenggelamkan roda sepeda motor. Rencanaa untuk memarkirkan kendaraan di depan indomaret saya urungkan. Sebagai informasi saja, saat tidak banjir, depan indomaret dan sekitarnya biasa digunakan sebagai tempat parkir museum kota lama.

Sembari mencari tempat “parkir” yang cocok, sayapun mengarahkan kembali langkah dan putaran roda kendaraan menuju tempat lain sembari mencicil perjalanan ke Jalan Kaligawe. Perjalanan saya lewatkan SPBU Kota Lama, Nampak juga SPBU tersebut tergenang banjir setinggi betis, meskipun tempat pengisian BBM ini lebih tinggi permukaan tanahnya dari tempat sekitar.

Pantauan dari SPBU Bubakan, ada 3 tempat yang prospek sebagai tempat penitipan kendaraan roda dua yaitu Parkiran Hotel Horizon, Parkiran Hotel Golden City dan Parkiran Alfamart Bubakan. Agar tidak merepotkan petugas hotel, saya lebih memilih menepikan kendaraan di parkiran Alfamart. Karena kondisi jas hujan basah, saya hanya bisa mengaba-aba karyawan Alfamart Bubakan kalau saya numpang parkir kendaraan, dengan melambaikan tangan dan menunjuk sepeda motor yang sudah terparkir di teras toko. Disitu sepeda motor saya bukan parkir yang pertama, sebelumnya sudah ada 2 kendaraan yang terparkir dan ditinggal pemiliknya. Sedangkan kendaraan karyawan Alfamart dinaikan ke teras atas.

Setelah menepikan dan mengunci stang sepeda motor, petualangan yang sebenarnya baru saja dimulai. Motorpun ditinggal apa adanya, Jas hujan yang biasa ditinggal untuk menutupi kendaraan kini  harus dipakai dan selalu menempel di badan untuk mengurangi kedinginan.

Info banjir sudah menyebar. Dampaknya volume kendaraan yang melintas jalan menjadi berkurang, dan ini tantangan pertama, mencari tumpangan kendaraan ditengah sepinya kendaraan agar bisa sampai tujuan, minimal bisa sampai terminal kaligawe.

Langkah kaki diarahkan ke Jalan Pengapon, Sangat berharap bisa menyetop kendaraan dan mendapat tumpangan di perempatan Pengampon. Tapi sebelum sampai perempatan, rintangan pertama menghadang. Di trotoar jalanan setinggi betis, sehingga jalan berlubang dan trotoar yang terbuka praktis tidak terlihat. Setelah melewati trotoar BNI Kanwil Semarang, kaki kanan terperosok lubang trotoar. Badan tenggelam hampir setinggi leher, Tas slempang, dompet dan hape tidak luput dari genangan. Buru buru kedua tangan mencari pijakan agar bisa keluar dari kubangan. Spontan yang terfikir adalah nasib ponsel satu satunya yang biasa digunakan untuk berkomunikasi. 

Setelah berhasil keluar lubang, saya langsung menepi diteras toko Halim Makmur, Saya keluarkan ponsel dari saku jaket dan mengelapnya dengan kaos atas bagian leher yang masih kering. Setelah itu saya masukan kembali di partisi tas slempang yang agak kering. Mulai saat itu semakin sering beristigfar dalam perjalanan, diselingi dengan  dzikir, shalawat dan murajaah surat surat di juz akhir. 

Nasib-nasib, mungkin ini yang dinamakan sudah jatuh tertimpa tangga pula. Tapi tetap semangat, pasti ada hikmah dan pertolongan atau balasan Allah dalam setiap episode hambaNya. Padahal hari itu adalah hari terakhir berkerja ditempat tersebut. Resign setelah satu tahun mengabdi dan ingin mencoba peruntungan dan rejeki lainnya. Semoga Allah mudahkan dalam setiap langkah dan perjalanan.

Apapun kondisinya, langkah kaki harus tetap berjalan selama belum mendapatkan kendaraan tumpangan atau belum sampai tujuan. Terpantau lalin di perempatan juga landai, jarang sekali kendaraan bak terbuka baik pick up atau truk lainnya yang lewat untuk dimintai bantuan, Sembari menunggu kendaraan tumpangan yang lewat, terus ikhtiar dengan berjalan menuju arah pasar kobong  sambil sering menengok kebelakang siapa tahu ada kendaraan yang bisa diberhentikan.

Setelah berjalan beberapa langkah, ada juga mobil pickup pengangkut sayur, tapi masih belum berkenan dimintain tumpangan. Berjalan lagi kedepan sambil tengok kebelakang, beberapa saat kekemudian ada mobil bak terbuka pengangkut jagung yang berkenan diberhentikan dan dimintai bantuan. Sayapun langsung tidak mengabaikan kesempatan, bergerak cepat menaiki kendaraan. Alhamdulillah bisa menyimpan tenaga untuk perjalanan selanjutnya. 

Sebelum menstabilkan laju kendaraan, mang driver sudah memberi tahu kalau dia juga sedang mencari jalan, jadi harap maklum jika tidak sesuai dengan arah tujuan penumpang, "Mas, Sapurone, Kulo Yo Nggolek dalan, dadi mengke mboten ngertos saged nganter tekan pundi"Jelas Pak Sopir.  "Njih Mboten Nopo Pak, Kulo Manut Sing Nyupiri Mawon" balas saya. Setelah percakapan itu, mobilpun melaju dengan stabil menerjang genangan dan mencari jalan keluar dari kepungan banjir.

Alhamdulillah setelah melaju 1,2 km, mobilpun berhenti di pertigaan pengapon raden fatah (Pertigaan Posis atau pertigaan Pasar Waru dalam). Saat turun dari kendaraan, sayapun tidak lupa mengucapkan terima kasih dan mengucapkan salam perpisahan.

Petualangan kembali berlanjut. Setelah mengucapkan salam perisahan, saya langkahkan kaki ke seberang SD Sultan Agung. Karena jalan disitu menyempit, fikirku akan lebih mudah memberhentikan kendaraan untuk meminta tumpangan. 

Tujuh menit berlalu tidak ada mobil pick up engkel ataupun tronton dan kontener yang bisa dimintai bantuan. Sehingga harus menjalankan opsi kedua yaitu menyetop sepeda motor untuk minta bantuan tumpangan. Alhamdulillah motor kedua yang di beri kode berhenti dan memberikan bantuan  tumpangan.

Motorpun melaju pelan, dan mengantarkan saya sampai putar balik Bakso Urat PAk Umar Bakri atau putar arah menuju SPBU Pertamina 44.501.35 Kaligawe.  Lumayan mendapat kompensasi tumpangan sejauh 700 m.

Dari sinilah petualangan besar baru dimulai. Info banjir sudah tersebar, sehingga kendaraan yang ingin melewati kaligawe genuk sudah mencari jalan alternatif, dampaknya volume kendaraan Kaligawe genuk menjadi sepi kendaraan. Hanya sedikit sepeda motor yang nekat menerjang genangan.

Selama misi masih belum diselesaikan, langkah kaki harus terus maju kedepan. Berjalan sembari selalu menegk kebelakang, berharap ada mobil lewat yang bisa dimintai bantuan. Tapi yang ada hanya teman berjalan kaki dengan arah yang sama.

Perjalanan dari kaligawe raya masih bisa menaiki marka tengah jalan, sehingga tidak harus menerjang banjir, meskipun sekali kali saat ada pohon ditengah, harus mengalah turun sejenak memaksa kaki menyapa genangan. Jika pohon sudah lewat, kembali lagi naik keatas dan berjalan melanjutkan perjalanan.

Tiba saat diujung jalan kaligawe raya, samping bawah Jalan Tol ketinggian air sudah setinggi paha orang dewasa, Lebih -lebih lagi yang dibawah jalan tol persis sudah setinggi pusar orang dewasa. Motor yang nekat melintas hanya menunggu waktunya saja untuk mogok dan mendorong kendaraannya. Mobilpun juga sama. Hanya yang cermat perhitungan yang bisa lolos genangan. 

Kalau dari Jl Kaligawe raya, menuju sisi kiri jalan ke depan unisula harus menyebrangi  genangan banjir yang sudah meninggi, ditambah lagi masih gambling bisa dapat tumpangan atau tidak saat ditikungan Kaligawe KM 01. Sayapun memutuskan untuk tetap menyusuri sisi kanan jalan, berjalan berlawanan dengan arah kendaraan.  

Saat tiba dibawah jembatan penyebrangan, barulah menyebrang ke sisi kiri jalan dengan melintas dari bawah jembatan.  Setelah menyebrang lewat bawah jembatan penyebrangan, berhenti sejenak sembari istirahat dan kembali berharap ada yang bisa diberhentikan untuk memberikan tumpangan.

Dijalan Kaligawe depan UNisula ini genangan banjir setinggi lutut ketika berjalan di trotar, tapi semakin maju kedepan semakin naik hingga paha. Ketika ada mobil lewat, gelombang airnya bisa membuat pejalan kaki berjalan tidak stabil. Ditambah harus berhati-hati juga, karena kita tidak tahu pasti perjalanan didepan ada trotar yang berlubang atau tidak. Jangan sampai terperosok kembali.

Yang lebih menakutkan, saat menuju pintu masuk parkir RSI Sultan Agung, saya melihat ular sedang berenang dari tengah menuju pinggir trotoar. Sempet panik dan menyiagakan tangan kanan untuk mengambil gerakan cepat membuang spontan jika ular mendekati lutut saya.

Sepertinya sudah tidak ada harapan lagi mencari tumpangan, Kendaraan besar lebih memilih lewat ke sisi kanan jalan, Karena sisi kanan lebih tinggi permukaan jalannya dari pada sisi kiri. Lampu merah juga sudah tidak berlaku karena memang tidak ada kendaraan yang berbelok mengarah atau keluar Unisula atau RSI Sultan Agung. Bis BRT juga tidak berani lewat jalur kiri,  seolah tidak mau memberikan akses masuk pada penumpang baru.

Jalan satu satunya ke tempat kerja memang harus berjalan kaki, Saat di depan BRT unisula, Waktu sudah menunjukan pukul 08.40 Wib Padahal Jam masuk kantornya adalah pukul 07.00 Wib. Berangkat dari rumah  tadi Pukul 06.10 Wib. Ternyata tidak terasa kurang lebih sudah menghabiskan waktu sekitar 2,5 jam dari Jangli Tembalang untuk bisa ke Terboyo Wetan Kecamatan Genuk. 

Sisa perjalananpun dilanjutkan dengan berjalan kaki hingga akhir tujuan. Sembari berdzikir dan melantuntan kalimah thoyibah langkah kaki terus ku ayunkan kedepan. Dan pukul 09.05 alhamdulillah sudah sampai pada pos penjagaan pertama.

Ketika tiba di pos penjagaan pertama, saya minta izin masuk sekaligus numpang kamar mandi  untuk membilas dan membersihkan bagian bagian tubuh yang sempat terendam genangan. Posisi celana dan kaos dalam tetap dipakai dalam kondisi basah, tapi untuk seragam, karena kemarin ditinggal tidak dibawa pulang, jadi dalam kondisi kering.


Ada pengalaman yang sama dengan cerita artikel diatas?
Yuk bagikan artikel yang berjudul Kado 1 Tahun Pejuang Kaligawe : Berangkat KerjaTerjang Banjir, Jalan Kaki Dari Mataram Sampai Genuk  ini siapa tau ada yang lebih heroik lagi dalam menjalani aktifitas kantor akhir tahun 2022


Post a Comment for "Kado 1 Tahun Pejuang Kaligawe : Berangkat KerjaTerjang Banjir, Jalan Kaki Dari Mataram Sampai Genuk"