Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tak perlu Khawatir Berumah Tangga, Cukup Nafkahi Pasanganmu Dengan Cinta

Menikah adalah kebutuhan dan fitrah bagi setiap manusia. Meskipun demikian, tak sedikit orang yang tidak mau menikah, tentunya dengan alasan masing-masing. Dan tak sedikit juga orang yang hendak menikah tapi masih belum didekatkan dengan jodohnya. Semoga Allah segerakan orang-orang yang sedang berikhtiar menemukan jodohnya. Aamiin

Menikah itu perkara cinta, percaya tidak?! Sejatinya seseorang menikah itu karena cinta, meskipun sebelumnya tak kenal dan tak faham seluk beluk calon pasangan yang akan menjadi pendamping hidupnya. Toh perkenalan itu bisa dilakukan setelah menikah. sepakat tidak?!

Baca juga : Contoh proposal taaruf

Adakah jaminan jika sudah mengenal apalagi sudah pacaran, rumah tangga akan lebih langgeng sampe nini-nini aki-aki dari pada pernikahan yang tanpa pacaran atau masa perkenalan? Bukankah tidak sedikit juga bagi yang berpacaran, umur pernikahannya tak lebih lama daripada umur pacarannya?!

Menikah itu sejatinya karena cinta, meskipun kita belum penah mengenalnya. Cinta (bakti) kepada orang tua mendorong seseorang dengan mudah (atau berat) mengiyakan perjodohan yang berlanjut pada pelaminan. Masih banyak waktu setelah menikah untuk bisa menumbuhkan cinta pada seseorang, yang orang tua pilihkan untuk kita!

Menikah itu karena cinta, meskipun kita belum penah mengenalnya. Cinta (hormat) kepada guru ngaji, mendorong seseorang menerima proses dan mencoba mengenal lebih dekat dengan calon istri/ suami. Tak mungkin mereka menawarkan yang tidak baik untuk kita, pasti sudah dipertimbangkan dengan kemampuan kita versi mereka. Kan ada taaruf dan pacaran setelah menikah jika tawaran itu berjalan lancar hingga berlanjut kepelaminan. 

Lagi.. Kalau menikah itu perkara cinta, tapi kenapa banyak yang "menunda" pernikahan?! terutama seorang laki laki. Alasan yang pertama adalah  karena merasa belum bisa memberi NAFKAH kepada pasangannya. Ketika didorong untuk menikah banyak yang memberikan jawaban pamungkas "Akan dikasih nafkah (makan) apa anak orang setelah menikah?! Makan cinta!! Lain lagi kalau sudah ikhtiar tapi belum Allah segerakan, karena Allah punya cara spesial dalam memberikan kejutan pada hamba-hambaNya.

Nafkah adalah salah satu kegamangan seorang pria dalam mempersiapkan pernikahan. belum lagi bayang-bayang uang dapur, biaya transport, mahar, seserahan, dan segala persiapan yang berhubungan dengan pernikahan muncul berbarengan dan dapat menimbulkan banyaknya nominal rupiah yang harus disiapkan.

Yang sudah kerjapun kadang masih khawatir dengan hal-hal diatas, apalagi seorang yang belum bekerja! Ditambah lagi hitung-hitungan akan kecukupan rizki kedepannya (setelah menikah) seperti membiayai segala kebutuhan rumah tangganya kelak. Ya kontrakan lah, buat makan sehari-hari lah, buat ini, buat itu dan kebutuhan lain yang kadang kita ada-adakan sendiri. 

Kawan,  Yakinlah pasanganmu tak selalu mengharap banyak harta dari mu. Bekal cinta yang kau berikan pada pasanganmu sangatlah cukup untuk menafkahi segala kebutuhan hidupmu dan pasanganmu, sekalipun engkau sudah memiliki beberapa anak. 
Cukuplah hanya dengan cinta, semua keluarga akan terbangun indah hingga surgaNya.
Dengan cinta, tentunya seorang suami akan berusaha memberikan kebutuhan primer (nafkah) bagi pasangan atau keluarganya dengan sekuat tenaganya, meski kadang dengan hasil yang pas-pasan hanya bisa untuk beli makan dan minum tanpa jajan atau cemilan.

Cinta menggerakkan sang suami mengemban tanggung jawabnya dan memberi nafkah halal dengan mengerjakan apa yang bisa ia kerjakan. Jika kita berusaha Allah akan menunjukkan jalannya, bisa jadi bukan hanya satu jalan tapi banyak jalan yang bisa kita pilih.

Wahai kaum jomblowan, yang masih takut karena merasa sedikitnya nominal yang didapatkan. Buang jauh-jauh hal itu, insya Allah dengan menikah Allah akan lebih mencukupi kebutuhan keluargamu.

Cukup nafkahi istri dan keluargamu dengan cinta, seberapapun harta yang didapat niscaya akan mencukupi keduanya meskipun engkau telah beranak pinak. Tak kan mungkin, orang yang katanya mencintai tapi ia menyia-nyiakan bahkan menelantarkan dan tak memberi makan orang yang dicintainya. Tak mungkin ia tak melakukan pengorbanan demi terpenuhinya kebutuhan orang tercintanya
Jadi cukuplah menikah meski hanya bermodal cinta. 
Jika benar-benar cinta, ia akan melakukan segala cara halal, meski harus menjadi penarik becak. Apa yang bisa dikerjakan dan menjadi peluang untuk menafkahi, pastilah akan ia jalani demi istri dan keluarga tercinta meski harus merasa terbakar karena terik panas matahari ataupun menggigil karena dinginnya malam dan hujan.

Jika sang perempuan benar mencintaimu, maka iapun akan selalu menghargai apa yang engkau kerjakan meskipun tak sebanyak yang orang lain dapatkan. Selalu bersyukur dengan apa yang kau persembahkan untuknya. Dia pun akan mensupport dengan caranya, yang akan menjadi katalis rizki Allah turun kepada keduanya, meski hanya sebatas doa.

Untuk memperjelas terkait nafkah, sedikit  saya sodorkan cuplikan materi Fiqih Nafkah yang semoga bisa menjadi bekal pengetahuan bersama, khususnya bagi calon suami atau yang hendak menikah.

Fiqih Nafkah
Fiqih sendiri adalah sebuah kesimpulan yang dipahami berdasarkan dalil-dalil yang Ada. Fiqih tak hanya melulu tentang tatacara ibadah dengan Allah tapi juga bisa melebar pada hubungan manusia dengan manusia lain serta hal yang berhubungan dengan hak dan kewajiban sesorang pada diri sendiri. Demikian juga terkait nafkah, sesuatu yang harus ditunaikan bagi seorang laki-laki yang sudah beristri atau berkeluarga.

Dengan begitu, dalam fiqih ini bisa jadi celah bagi seseorang untuk berbeda pendapat dengan orang lain berdasarkan dalil atau pegangan masing-masing. Perbedaan dalam tafsir ayat atau hadist (seperti mengunakan kata kiasan, atau hanya berdasarkan tekstual ayat tanpa memperhatikan hadits-hadits lain yang berkaitan), maka akan sangat memungkinkan adanya perbedaan pendapat dalam hal ini.

Jadi, dengan dalil masing-masing yang diajukan, bisa jadi hal yang berkaitan dengan fiqih ini akan ada perbedaan. Selama masing-masing mempunyai dalil yang dianggap kuat, maka kita hormati mereka dengan mengerjakan sesuai dengan dalil atau dasar yang menjadi pegangan masing-masing.

Tak usahlah saling ribut apalagi saling cela, jika masing-masing sudah berijtihad dengan dalil masing-masing, maka penilaian akhirnya kita serahkan pada Allah swt. Namun jika memang yakin ada kesalahan, maka tegurlah dengan cara yang ma'ruf lagi ihsan.

Pengertian Nafkah
Merujuk pada buku Fiqih Sunah karangan  Sayyid Sabiq, Nafkah adalah upaya seseorang (khususnya seorang suami) dalam hal mencukupi kebutuhan keluarga yang mencakup makanan, tempat tinggal, pelayanan dan obat, sekalipun dia (pasangan/istri) sudah berpenghasilan (kaya). Kata kuncinya minimal adalah cukup, Jikapun lebih itu sangat lebih baik. 

Nafkah bisa diartikan sebagai biaya, belanja, pengeluaran uang. Secara bahasa nafkah adalah suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang kepada orang-orang atau pihak yang berhak menerimanya, atau pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang untuk sesuatu yang baik atau dibelanjakan untuk orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.
Seberapa penghasilan pastilah akan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupmu dan keluargamu, Tapi Penghasilan berapapun pastilah tidak akan cukup untuk memenuhi gaya hidupmu.
Hukum Nafkah dan Dalil Nafkah
Hukum nafkah sendiri adalah wajib berdasarkan dalil Quran Surat  Al-Baqoroh ayat 233. Di ayat tersebut menegaskan kewajiban seorang ayah (suami) dalam memberi makan dan pakaian kepada para (istri) dengan cara yang ma'ruf (baik).  Yang diwajibkan adalah perkara pokok (kebutuhan dasar) bagi keluarga, bukan perkara tambahan lain atau hal lain yang di ada-adakan.

Sejatinya Allah tidak membebani seseorang melainkan menurut kadar kesangupannya. Kalau hanya untuk memenuhi kebutuhan primer sejatinya seseorang mampu, tinggal bagaimana usahanya (ikhtiarnya) saja. 

Yang tidak kalah penting adalah memastikan, dalam mencari nafkah hendaknya dilakukan dengan cara-cara yang baik (halal dan dibolehkan) dan makanan atau barang yang diberikan adalah makanan yang halal meski kadang minim nutrisi.

"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan". (QS. Al-Baqoroh : 233)

Di surat yang lain, surat At Thalak ayat 6, Allah pun menegaskan kembali untuk tidak berlebihan dalam memenuhi kebutuhan keluarga (disesuikan dengan kemampuan) dan kalimat tersebut ditegaskan kembali pada ayat selanjutnya At- Thariq ayat 7. Dalam menafkahi dan memenuhi kebutuhan hidup hendaklah orang tersebut menyesuaikan pengeluaran berdasarkan pemasukkan yang ada. 

Pun dalam memilih tempat tinggal, carilah sesuai kemampuan kita, bisa jadi karena terbatasnya anggaran, kita cari harga sewa rumah dibawah harga pasar atau sesuai dengan dana yang dialokasikan. jika belum dapat kontrakan, ngekospun bisa menjadi pilihan, tak usah gengsi jadi pasangan kos.

Pernah dulu waktu baru pertama menikah, saya anggarkan Rp 2.500.000/tahun untuk kontrakan (tempat tinggal). Mancari kontrakan dengan harga segitu di Tembalang Kota Semarang bisa dibilang cukup sulit dan dan tidak ada. Apalagi lokasi dekat kampus besar, universitas diponegoro.

Bahkan pernah ada yang bilang langsung kepada saya "waduh mas, orang saya saja 3 tahun yang lalu pas baru menikah menganggarkan nominal segitu untuk ngontrak rumah, masa 3 tahun kedepannya masih nyari harga yang sama mas?"

Sedikit nyesek sih di katain begitu, tapi memacu untuk mencari anggaran tambahan. Dan alhamdulillah beberapa hari kemudian mendapat kontrakan dengan harga seperti yang dianggarkan. Ya meskipun resikonya harus sedikit menjauh dari keramaian. 

"Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya". (QS. At Thalaq : 6)

Selain memberi batasan nafkah minimal sesuai kemampuan, At Tharik ayat 6 juga menjelaskan Perkara nafkah dalam Bab Thalaq (cerai), dimana jika suami menceraikan istri dan yang diceraikan sedang hamil atau mengandung, maka mantan suami masih mempunyai kewajiban menafkahinya hingga melahirkan. Setelah anak tersebut lahir, barulah hanya wajib menafkahi anaknya saja. Jika anak tersebut menyusu pada ibunya atau orang lain, sang ayah berkewajiban memberikan upah kapada yang menyusui anaknya sebagai bentuk kewajiban dalam menafkahi anaknya.

"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan". (QS. At Thalaq : 7)

Dalil Sunnah
Dalam khutbah Haji Wada' Rasulullah saw salah satunya memberi nasehat sebagai berikut ;

"Takutlah kepada Allah dalam bersikap kepada kaum wanita, karena kalian telah mengambil mereka dengan amanah atas nama Allah dan hubungan badan dengan mereka telah dihalalkan bagi kamu sekalian dengan nama Allah. Sesungguhnya kalian mempunyai kewajiban terhadap isteri kalian dan isteri kalian mempunyai kewajiban terhadap diri kalian. Kewajiban mereka terhadap kalian adalah mereka tidak boleh memberi izin masuk orang yang tidak kalian sukai ke dalam rumah kalian. Jika mereka melakukan hal demikian, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras/tidak membahayakan. Sedangkan kewajiban kamu terhadap mereka adalah memberi nafkah, dan pakaian yang baik kepada mereka.

Dalam hadits diatas, Rasulullah saw. menegaskan bahwa nafkah adalah kewajiban suami terhadap istrinya. Yang lebih menarik lagi adalah pengaduan Hindun bin Utbah (Istri Abu Sufyan) Kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah  orang (suami) yang pelit. Nafkah yang diberikan tidak cukup untuk keperluanku dan anak-anakku, kecuali aku mengambil tambahannya tanpa dia ketahui". Dan Rasulullah pun bersabda "Ambillah sebanyak yang dapat mencukupimu dengan ma'ruf" (HR Bukhari Muslim) 


Jadi, selama istri masih merasa kekurangan sedangkan suami masih punya simpanan, tak mengapa istri protes dengan nominalnya. Beda lagi jika memang benar-benar tidak ada yang diberikan suami, kesabaran dan sikap menerima istri akan berbalas dengan JannahNya karena ridho suami kepada istri.

Dalam hadits lain Muawiyah AlQusyairi ra. menuturkan bahwa dirinya bertanya kepada rasulullah. "Wahai Rasulullah, apa hak seorang istri  yang harus ditunaikan suaminya?" Rasulullah saw bersabda " Memberinya makan ketika engkau dapat makan dan memberinya pakaian ketika engkau dapat berpakaian. Janganlah memukul wajah dan menghinanya. Dan janganlah menjauhinya (hajr) melainkan didalam rumah. (HR Abu Daud).

Sedangkan ketetapan ijma' dinyatakan Ibnu Qudamah "Seluruh ulama sepakat, manafkahi adalah kewajiban yang harus ditunaikan suami selama ia telah baligh, kecuali jika istri membangkang"

Sebab Diwajibkan Nafkah
Seperti yang sudah disebutkan diawal, nafkah adalah sebuah kewajiban suami kepada istri (keluarga), sehingga sebab yang mewajibkan seorang suami menanggung nafkah adalah sahnya akad pernikahan keduanya menurut syariat. Dengan begitu istri sepenuhnya taat kepada suami dalam segala perintah yang tidak bertentangan dengan syariat.

Seorang istri berkewajiban tinggal dan mengurus rumah serta mengasuh anak-anaknya. Dengan ketaatan dan pengabdian tersebut, seorang istri berhak untuk dicukupi kebutuhannya serta diberi nafkah selama ikatan suci itu sah dan tidak ternoda (diingkari) oleh sang istri. Jika kondisinya sebaliknya, maka sang suami berhak untuk tidak memberikan nafkah pada sang istri.

Syarat-syarat yang berhak menerima nafkah
Dari sebab diatas, dapat dirangkum bahwa syarat-syarat dibawah ini harus dipenuhi seorang istri agar suami memberi nafkah kepadanya, minimalnya sebagai berikut;
  1. Akad nikah yang dilakukan sah
  2. Istri menyerahkan diri (taat/patuh) kepada suami dalam perkara kebaikan atau hal yang dibolehkan (bukan dalam maksiat). 
  3. Istri bersedia digauli suami
Dalam akad, sudah menjadi kewajiban bahwa seseorang harus menaati apa yang menjadi konsekuensi dari akad itu sendiri, begitu juga akad pernikahan. Jika salah satu hal diatas tidak ditunaikan maka tak mengapa seorang suami tidak menafkahi istrinya. Ibarat jual beli, pembeli menolak membayar jika penjual tidak mau menyerahkan barang serta tidak menaati konsekuensi (putusan) dari jual beli tersebut.

Materi tentang fiqih nafkah jika dijelaskan dalam satu artikel blog bisa dibilang cukup panjang dan lebar. Sayyid Sabiq sendiri dalam kitabnya Fiqih Sunah Bab Pernikahan menjabarkan materi nafkah hingga 20 halaman lebih. Nafkah merupakan materi yang berkaitan dengan hak-hak yang wajib ditunaikan oleh suami kepada pasangannya (istrinya). Hak-Hak Istri yang wajib dipenuhi oleh suami sendiri dibagi dalam 2 pembahasan yaitu ;
  1. Hak -hak berupa materi seperti maskawin (mahar) dan nafkah
  2. Hak-hak nonmateri seperti bersikap adil kepada semua istri jika suami melakukan poligami, mendapat perlindungan suami, dan kebutuhan biologis atau kebutuhan suami istri (bersenggama).
Sedangkan masalah nafkah batin yang sering di dengungkan atau didengar oleh kita atau oleh orang umum lainnya, yang lebih dikhususkan kepada hubungan (badan) suami istri, hal tersebut tidaklah masuk dalam ranah nafkah. Meskipun kadang banyak orang awam yang menyatakan kebutuhan tersebut adalah sebuah nafkah batin yang harus ditunaikan suami.

Karena masih banyak yang belum dituangkan dalam tulisan ini, Semoga lanjutan materinya bisa di sambung kembali di blog ini. Jika artikel berjudul Tak perlu Khawatir Berumah Tangga, Cukup Nafkahi Pasanganmu Dengan Cinta ini bermanfaat, silakan boleh disebarluaskan. Terimakasih atas kunjungannya. Jangan lupa untuk kembali berkunjung dilain waktu.

10 comments for "Tak perlu Khawatir Berumah Tangga, Cukup Nafkahi Pasanganmu Dengan Cinta"

  1. saya sering lihat sekitar, dimana pasutri yang sederhana selalu akur, kebutuhan tercukupi, adem deh! Ada juga pasangan hedon tenan tapi kalo ngomong keluh belum travel ke sana-sini, iri si A beli/punya ini.. Saran saya pilih perempuan sederhana yang solehah, bisa mengelola keuangan.

    kalo untuk perempuan cari laki-laki yang soleh, sayang, respek, bertanggung jawab {cari nafkah bimbing keluarga)

    insya allah, kita dimudahkan selalu, amin!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul mba.. Jangan tertipun tampilan luar, cari tau dalamnya juga

      Delete
  2. Ya, Saya setuju bagi yang masih bimbang karena takut kekurangan hingga menunda-nunda pernikahannya, bismillah menikahlah karena Allah dan yakinlah Allah akan mencukupi

    ReplyDelete
  3. Setuju rezeki sudah diatur oleh Allah, namun harus ikhtiar dan kerja keras untuk kebahagiaan di dunia. Dan beribadah dengan benar untuk kebahagiaan di akhirat. Yang pasti seorang istri harus support suami dengan ikhlas dibantu doa :).

    ReplyDelete
  4. Takdir itu ada 2, takdir tanpa campur tangan manusia dan takdir ada campur tangan manusia.
    takdir tanpa campur tangan manusia yaitu ketika kita lahir, mata kita seperti ini, tangan kita seperti ini, orang tua kita yang ini, mati kita seperti ini. Ini adalah takdir yang tidak bisa dirubah.
    Takdir ada campur tangan manusia yaitu, rezeki, jodoh, dll. Bukannya Anda yang memilih pasangan Anda?, Bukannya Pekerjaan itu yang Anda Pilih. Takdir ini bisa dirubah dengan doa. Tapi takdir tetap pada apa yang Allah tulis di lauhil mahfudz hanya manusia diberi keleluasaan untuk memilih.

    Saya setuju banget, kalau menikah itu harus dengan cinta, bukan materi. Anda mencintai istri Anda karna Allah, itulah cinta sejati. Dan jika ada wanita yang tidak terima dengan finansial pasangannya, maka dia sama saja tidak suka dengan rezeki yang Allah berikan.

    kalau mau complen kenapa hari ini dapet rezeki segini walaupun usaha sudah maksimal, complenlah ke Allah, bukan ke pasangan Anda, karena Allah yang Maha Memberi lagi Maha Penyayang.

    Maaf yaa mas, jadi curhat. haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul, sepakat mba.. semua sudah digariskan dilauhulmahfudz, tapi ada usaha dan doa yang bisa menjadi perimbangan Allah dalam mengeksekusi takdir pada hambaNya

      Delete
  5. saya dalam proses kurang berjaya dalam pernikahan..

    namun saya masih memberi tempoh untuk berbaik semula sehingga hati betul-betul tiada emosi negatif..

    bagaimanapun mencari cinta sejati tetap diterusakan

    ReplyDelete
  6. Semoga diberikan hasil terbaik oleh Nya..

    ReplyDelete